Bagaimana hubungan kedepan saya dengan seseorang bernama
alfarisi yg lahir pd tgl 14 mei 1991
Dari Gadis
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma
ba’du,
Untuk kesekian kalinya KonsultasiSyariah.com mendapatkan
pertanyaan seperti di atas. Jujur kami kesulitan memahami maksud yang
sebenarnya dari penanya. Hanya saja, dugaan kuat kami, penanya hendak
berkonsultasi tentang ramalan jodoh melalui pitungan (perhitungan) weton.
Karena itu, beliau menyebutkan tanggal lahir.
Hubungan Jodoh dengan Weton
Untuk kesekian kalinya juga kami mengingatkan bahwa islam
tidak pernah mengajarkan model pitungan weton untuk meramalkan masa depan
seseorang. Semua makhluk dibatasi ruang dan waktu. Dalam arti semua manusia
memiliki tempat lahir dan tanggal lahir. Dan kita tidak pernah mengetahui
adanya aturan dalam islam yang mengajarkan hubungan antara tempat dan tanggal
lahir dengan taqdir yang akan dialami seseorang.
Betapa banyak pasangan yang wetonnya tidak selaras, tapi
rumah tangganya nyaman sampai tua. Sebaliknya, betapa banyak pasangan yang
wetonnya selaras, tapi rumah tangganya hanya seumur jagung.
Karena itu, ketika seseorang meyakini adanya hubungan weton
dengan jodoh, hakekatnya dia sedang meyakini sebuah khayalan dusta.
Akan tetapi permasalahannya tidak berhenti sampai di sini.
Ada banyak konsekuensi negatif ketika seseorang mempertahankan keyakinan ini,
Pertama, kita mengimani Allah Maha Adil dan Allah
mengharamkan atas diri-Nya perbuatan dzalim. Dalam beberapa ayat, Allah
meniadakan sifat dzalim dalam diri-Nya. Diantaranya Allah berfirman,
وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا
لِلْعَالَمِينَ
Allah tidak menghendaki kedzaliman bagi seluruh alam. (QS.
Ali Imran: 108).
Sementara menentukan di mana kita lahir dan kapan kita
lahir, semuanya di luar kehendak bayi yang dilahirkan. Dan tentu saja menjadi
tindak kedzaliman ketika keberuntungan dan kesialan itu Allah tentukan
berdasarkan tanggal lahir.
Ketika bayi yang dilahirkan di tanggal tertentu lebih
beruntung dibandingkan yang dilahirkan di tanggal lainnya, tentu saja ini tidak
sejalan dengan prinsip keadilan.
Kedua, memiliki keyakinan semacam ini hakekatnya berbicara
atas nama Allah tanpa dalil
Kita mengakui, kalender itu buatan manusia. Demikian pula
nama tempat. Ketika seseorang menghubungkan antara tempat dan tanggal lahir
dengan takdir, berarti dia mengkaitkan kehendak Allah dengan sesuatu yang itu
murni buatan manusia. Dan itu artinya dia berbicara atas nama Allah tanpa
dalil.
Dan tindakan ini termasuk dalam daftar dosa besar. Allah
berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ
مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ
سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى
اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi,
dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk
itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS. al-A’raf: 33).
Karena itulah, perbuatan semacam ini dinilai sebagai bentuk kesyirikan.
Dalam istilah aqidah disebut Tiyaroh. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutnya kesyirikan.
dari sahabat Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الطِّيَرَةُ
شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، ثَلَاثًا
“Thiyarah itu syirik…, Thiyarah itu
syirik…, (diulang 3 kali)” (HR. Ahmad 3759, Abu Daud 3912, dan dishahihkan
Syuaib Al-Arnauth).
Ilmu Pitungan, Sumber Perdukunan
Ilmu menghitung tanggal lahir, sejatinya tidak jauh berbeda
dengan ilmu astrologi. Mungkin hanya pendekatannya saja yang berbeda.
Menghubungkan rasi bintang dengan karakter atau masa depan manusia.
Dalam kajian aqidah, ilmu astrologi, yang menghubungkan rasi
bintang dengan karakter manusia dinamakan tanjim (ilmu nujum). Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ،
اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ
مَا زَادَ
Siapa yang mempelajari ilmu nujum, berarti dia telah
mempelajari sepotong bagian ilmu sihir. Semakin dia dalami, semakin banyak ilmu
sihir pelajari. (HR. Ahmad 2000, Abu Daud 3905, Ibn Majah 3726, dan dishahihkan
Syuaib al-Arnauth).
Hadis ini menunjukkan ancaman terhadap mereka yang
menggunakan astrologi sebagai acuan menebak karakter atau sifat, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensejajarkan ilmu ini dengan ilmu
sihir.
Termasuk juga ilmu pitungan. Karena hakekatnya sama.
Jangan Anggap Sepele
Pitungan, nampaknya sepele, ternyata membawa petaka aqidah
bagi manusia. Ketika anda menanyakan masa depan anda dengan pasangan anda
kepada ahli pitungan, berarti sama halnya anda bertanya kepada dukun. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ
عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ
لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang
ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim 2230).
Pertimbangan Menikah dalam Islam
Ketika anda berumah tangga, ukuran kebahagiaan kedua
pasangan dikendalikan oleh cinta. Dan cinta tidak semua berkembang karena
harta. Meskipun terkadang harta menjadi salah satu motivasinya. Sebagaimana
ketika di awal berumah tangga semangat cinta naik turun, ini juga terjadi
ketika pasangan telah menginjak usia senja. Kadang naik, kadang turun.
Karena itulah, islam menganjurkan agar ketika kita memilih
pasangan, kita mempertimbangkan tingkat ketaqwaannya. Karena orang yang
bertaqwa akan berusaha menjauhkan dirinya dari karakter dzalim.
تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ
يَدَاكَ
“Biasanya, seorang wanita dinikahi
karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan
agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya
engkau akan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Demikian pula para wali, mereka dianjurkan untuk menerima
pinangan lelaki yang bertaqwa untuk putrinya.
Dari Abu Hatim al-Muzanni Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ
وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ
فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ
Jika telah datang kepada kalian lelaki (untuk meminang) yang
kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak perempuan
kalian). Karena jika tidak, maka niscaya akan terjadi musibah dan kerusakan di
bumi. (HR. Turmudzi 1108, Ibn Majah 2043 dan dihasankan al-Albani).
Orang yang bertaqwa, sekalipun dia tidak mencintai
pasangannya, dia akan bersikap adil dan tidak akan bertindak dzalim.
Ada seseorang yang mendatangi Hasan al-Bashri untuk
konsultasi, siapa yang layak untuk dinikahkan dengan putrinya. Kemudian Hasan
menasehatkan,
زوِّجْها
التقيَّ؛ فإنه إن أحبَّها
أكرمَها، وإن كَرِهها لم
يُهِنها
Nikahkan dia dengan orang yang bertaqwa. Ketika dia masih
mencintai istrinya, dia akan memuliakannya. Dan ketika dia sudah tidak sayang
dengan istrinya, dia tidak akan menghinakannya.
Semoga setelah ini tidak ada lagi yang bertanya soal ramalan
jodoh.
Allahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar