Hari selasa
,25november pukul 23.00,perut istri sudah merasa mulas,karena dikira cuma sakit
perut karena memang baru diare dan juga HPL masih 8 hari lagi ,saya santai aja,istri
sekitar jam 03.00 bangunin saya minta di
kerokin,pukul 04.15 terdengar adzan subuh lalu saya pergi ke masjid,setelah pulang
dari masjid ternyata istri sudah keluar
darah dan saya di suruh mempersiapkan perlengkapan untuk di bawa kebidan,Hari
rabu, 26 november 2014 (bertepatan
dengan 3 safar 1436 H), pada pukul 06.00 kami mengantarkan istri tercinta pada
seorang bidan di daerah panggungharjo, sewon bantul – DIY (sekitar 1 km dari
kediaman mertua).
Ketika telah sampai di
kediaman si bidan, lalu istri diperiksa oleh pembantu bidan,beberapa saat
sambil istri mengutarakan keluhannya yang sudah sering mulas-mulas. Setelah menunggu
bidan untuk memeriksa,Lantas bidan mengatakan sesudah memeriksa, “sudah pecah
ketuban”.” Alhamdulillah, begitu girangnya ketika kami mendengarnya. Sungguh
kami sangat bersyukur dan kami selalu mengingat perkataan beberapa sahabat[1],
لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
“Satu kesulitan
tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.” Maksud perkataan ini adalah di balik
kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat.
Pukul 07.30, saya
menemani istri sambil membaca doa sebisa saya ,Istri di ajarin bidan cara
mengejang karena memang istri rasanya kepengen mengejang tiap bebera menit.
Pukul 09.30 sambil
terus menemani istri yang berjuang,hingga dirasa istri kesulitan dalam
mengejang maka bidan melakukan pelebaran di jalan keluar . Selang beberapa menit, terdengarlah tangis seorang bayi tepat pada pukul 10.05.
“Bayinya perempuan sehat dan selamat”, kata perawat . Alhamdulillah, puji
syukur pada Allah. Kami pun tersenyum tanda gembira.
Anak kami yang
pertama pun lahir. Bayi perempuan yang sungguh imut. Hati ini begitu senang dan
gembira. saya terus menemani istri di ruang bersalin. Alhamdulillah istri dan
bayi dalam keadaan selamat. Ketika
ditimbang bayi kami memiliki berat 2,9kg dengan panjang 49 cm. Puji syukur hanya
milik Allah. Setelah itu saya menyuruh kakak ipar untuk mencarikan kurma,sekaligus
mendoakan kebaikan padanya, juga tak lupa untuk menciumnya.
Bidan
berkata”monggo pak.. jika mau di adzanin” saya dengan mantap memilih untuk
tidak mengumandangkan adzan atau iqomah di telinganya. Hal inilah Yang di
anggap aneh pada diri kami, kami tidak mengumandangkan adzan atau iqomah pada
telinganya. Dan inilah pendapat yang kami pegang dalam masalah ini walaupun itu
menyelisihi pendapat mayoritas ulama fiqh. Karena memang dalil yang
membicarakan masalah adzan di telinga bayi adalah dalil-dalil yang dho’if yang
tidak bisa terangkat sampai derajat hasan. Kami pun sependapat dengan Imam
Malik dalam masalah ini.
Anak perempuan ini kami beri nama Rumaisyo fatimah azzahra.
Rumaysho adalah
nama lain dari Ummu Sulaim, seorang sahabat wanita dari kalangan sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah ibu dari sahabat mulia, Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu.
Fatimah azzahra
adalah nama putri rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ya Allah..berikan
keberkahan dalam anak yang dianugerahkan kepada kami ,mudahkan kami untuk
selalu bersyukur kepada Mu hingga ia mmencapai dewasa dan kami dikaruniai
kebaikannya.
Ya Allah hanya
Engkau aku tuju hanyalah ridhoMu-lah yang aku nantikan.
0 komentar:
Posting Komentar