cerita?untuk apa kawan?

 
Lagi sedih, tulis di status. Lagi senang tulis di status. Dapat uang, tulis di status. Benci dengan orang tulis di status. Makan bakso, pedas rasanya, dibayarin makan, ulang tahun, makan sendirian, di tulis di status. Kehujanan, tidak dapat kendaraan, lembur, bos marah – marah, dikejar deadline, di tulis di status. Besok ujian, nilai bagus atau jelek di tulis juga di status. Abis jalan – jalan, melihat sunrise, main air di pantai, itupun ditulis di status. Berselisih dengan kakak, tidak dikasih uang oleh orangtua, kehabisan bensin di jalan, ban bocor, bahkan abis ditabrak orang lagi naik motor masih sempat tulis status. Mau mandi, sabun di rumah habis, entah di status pun tetap di update.
Belum maksiat yang ditulis juga, abis pacaran, lagi marahan sama pacar, kangen dia, dia selingkuh, abis putus terus nyambung lagi. Kalah taruhan bola, aib orang pun dibuka, keluarga kebun binatang keluar semua.
Kawan, untuk apa?
Untuk orang lain tahu? Untuk apa, kawan?
Kebaikan pun tak kalah bahkan sepertinya lebih giat tulis status.
Niat awal berdakwah, setan begitu halus melintas di depan niat, terbesit meskipun sangat sedikit supaya orang lain tahu kebaikan yang kita lakukan. Tenang rasanya, habis baca Quran. Waktunya Malam Jumat ngaji di majelis masjid. Kenapa harus menunjukkan bahwa kita telah melakukannya? Ya Allah, hafalan tidak nambah – nambah. Kenapa kalimat itu menunjukkan kita sebagai penghafal Quran? Sedih rasanya, ketinggalan shalat berjamaah. Kenapa? Kenapa tulis di status kalau kita biasa shalat berjamaah? Tengah malam tulis status, ayo shalat tahajud. Kenapa pada saat tengah malam, di saat orang dapat mengetahui bahwa kita termasuk orang yang telah bangun di tengah malam dan orang lain dapat mengambil kesimpulan kita adalah orang yang mendirikan malam? Alhamdulillah habis buka puasa dengan seadanya. Kenapa harus bilang habis puasa? Dan berbuka dengan seadanya? Upload foto jadi pemenang lomba, lagi ikut pelatihan atau majelis yang acaranya luar biasa. Rasanya, “sesuatu” itu tidak perlu kita tulis di status tapi entah kenapa kita tulis juga.
Cerita itu? Untuk apa, kawan?
Untuk apa, kawan?
Untuk Allah? Entahlah, bagaimana niat kita dan menjaganya? Setan begitu halus. Cukup seperti meniupkan angin yang lemah di daun, bergoyang sedikit daun itu dan hati kita dicoba terus, digoyang hingga sedikit demi sedikit berpindah dari posisi sebenarnya.
Tipu muslihat, menampakkan keburukan sebagai kebaikan. Tertipu daya, seolah itu adalah kebaikan, tanpa disadari ternyata ada keriyaan, ada keujuban, ada kesombongan, ada rasa supaya orang tahu bahwa diri kita sedang menyesal dalam melakukan dosa, supaya orang tahu kita sudah melakukan amal ini dan itu, tapi rasanya tidak ada tujuan untuk itu padahal kita terjebak dalam keriaan, terjebak ingin mendapatkan perhatian dari orang lain, ingin orang lain ikut mengomentari status, ingin untuk di-like.
Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah”. Wallahu a`lam.


Sumber:dakwatuna.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
  • Service rolling door folding gate kanopi pagar etalase pintu kaca alumunium Bantul Jogja Sleman © 2012 | Designed by dara izhhar, in collaboration with syarie blogmaker , Blogger Templates and WP Themes