“Assalamu’alaikum,
saya Gita, masih SMA. Mau nanya nih, gimana sih hukumnya jilbab? Kan
sunnah ya?” tanyaku sambil sok menjawab sendiri.
Hadirin kasak kusuk.
Aku tak peduli. “Ya, setahu saya sih gitu. Ada banyak teman saya masuk pesantren. Disana mereka pakai jilbab, tapi pas keluar ya mereka lepas-lah, malah ada yang jadi rocker.”
“kayak saya nih.. Saya mau pakai jilbab, tapi ya ntar, nunggu udah nikah, udah tua atau pensiun. Lagian yang penting kan kita bisa jilbabin hati, ya ga? Buat apa pakai jilbab kalau nggak bisa jilbabin hati. Mendingan nggak dong!”
Mbak Nadia tersenyum, “Sahabat sekalian, sebagai seorang muslimah, sedikitnya saya punya 8 alasan mengapa saya memakai jilbab.”
Mengapa saya mengenakan jilbab?
Alasan pertama karena berjilbab adalah perintah Allah dalam surat Al Ahzab ayat 59 dan An Nur ayat 31.
Kedua, karena jilbab merupakan identitas utama untuk dikenali sebagai seorang muslimah. Astri Ivo, seorang artis, justru mulai menggunakan jilbab saat kuliah di Jerman. Saya Alhamdulillah mulai mengenakannya saat kuliah di Amerika.
Alasan ketiga saya mengenakan jilbab, karena dengan berjilbab saya merasa lebih aman dari gangguan. Dengan berjilbab, orang akan menyapa saya “Assalamu’alaikum,” atau memanggil saya “Bu Haji” yang juga merupakan do’a. Jadi selain merasa aman, bonusnya adalah mendapatkan do’a. Hal ini akan berbeda bila muslimah mengenakan pakaian yang “you can see everything”
Alasan keempat, dengan berjilbab, seorang muslimah akan merasa lebih merdeka dalam artian yang sebenarnya. Perempuan yang memakai rok mini di dalam angkot misalnya akan resah menutupi bagian-bagian tertentu tubuhnya dengan tas tangan. Nah, kalau saya naik angkot dengan berbusana muslimah saya bisa duduk seenak saya. Ayo, lebih merdeka yang mana?
Alasan kelima, dengan berjilbab, seorang muslimah tidak dinilai dari ukuran fisiknya. Kita tidak akan dilihat kurus, gemuknya kita. Tidak dilihat bagaimana hidung atau betis kita.. melainkan dari kecerdasan, karya dan kebaikan hati kita
Keenam, dengan berjilbab kontrol ada di tangan perempuan, bukan lelaki. Perempuan itu yang berhak menentukan pria mana yang berhak dan tidak berhak melihatnya
Ketujuh. Dengan berjilbab pada dasarnya wanita telah melakukan seleksi terhadap calon suaminya. Orang yang tidak memiliki dasar agama yang kuat, akan enggan untuk melamar gadis berjilbab, bukan?
Terakhir, berjilbab tak pernah menghalangi muslimah untuk maju dalam kebaikan
Oya berjilbab memang bukanlah satu-satunya indikator ketakwaan, namun berjilbab merupakan realisasi amal dari keimanan seorang muslimah. Jadi lakukanlah semampunya.
Aku berdiri memberi applaus pada Mbak Nadia. Keren banget alasannya berjilbab. “alasan ini Mbak, yang bisa saya terima!”
***
Dialog dalam seminar di atas adalah cuplikan dari cerpen “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali” karya Helvi Triana Rosa yang telah dibukukan dengan judul yang sama.
Di Indonesia, di negeri kita tercinta, tantangan berjilbab relatif lebih ringan. Meskipun ada sejumlah kasus larangan jilbab oleh pihak-pihak tertentu seperti kasus Geeta International School, sejumlah perusahaan dan rumah sakit, kasus-kasus itu bisa diselesaikan setelah mencuat ke publik.
Maka dengan kebebasan yang ada, apa lagi yang menghalangimu, wahai saudariku muslimah, untuk berjilbab? Bukankah pemerintah tak pernah menghalangimu berjilbab?
Mungkin kau menjawab: nanti kalau sudah dapat hidayah.
Bukankah hidayah Allah sudah memanggilmu? tinggal engkau mau menyambut hidayah itu atau menundanya. Dan siapakah yang menjamin usiamu saat kau menunda-nunda menyambut hidayah itu?
Mungkin kau menjawab: kalau aku berjilbab, nanti susah kerja?
Bukankah Allah yang Maha Pemberi Rezeki? Dan sekarang instansi pemerintah tak melarang PNS berjilbab. Pun, sangat banyak perusahaan dan lembaga pendidikan yang memperbolehkan karyawannya berjilbab. Apalagi jika engkau menjadi enterpreneur muslimah atau berwirausaha tanpa keluar rumah, kau bebas menentukan aturannya.
Mungkin kau menjawab: yang penting hatinya "berjilbab"
Bukankah tanda hati yang "berjilbab", hati yang baik, adalah taat pada perintahNya? Salah satunya adalah jilbab. Tak perlu menunggu menjadi muslimah yang sempurna baru berjilbab, tetapi berjilbablah dan secara bertahap kita memperbaiki kualitas diri dan akhlak kita. Insya Allah ketaatan kita akan mengundang kebaikan-kebaikan berikutnya.
Semoga menjadi renungan bagi kita semua, betapa memakai jilbab adalah hal yang sangat mulia, dengan alasan yang juga sangat mulia. Jika kita belum memiliki alasan yang kuat dan mulia untuk berjilbab, kini saatnya kita memperbaharui niat. Belum terlambat
Hadirin kasak kusuk.
Aku tak peduli. “Ya, setahu saya sih gitu. Ada banyak teman saya masuk pesantren. Disana mereka pakai jilbab, tapi pas keluar ya mereka lepas-lah, malah ada yang jadi rocker.”
“kayak saya nih.. Saya mau pakai jilbab, tapi ya ntar, nunggu udah nikah, udah tua atau pensiun. Lagian yang penting kan kita bisa jilbabin hati, ya ga? Buat apa pakai jilbab kalau nggak bisa jilbabin hati. Mendingan nggak dong!”
Mbak Nadia tersenyum, “Sahabat sekalian, sebagai seorang muslimah, sedikitnya saya punya 8 alasan mengapa saya memakai jilbab.”
Mengapa saya mengenakan jilbab?
Alasan pertama karena berjilbab adalah perintah Allah dalam surat Al Ahzab ayat 59 dan An Nur ayat 31.
Kedua, karena jilbab merupakan identitas utama untuk dikenali sebagai seorang muslimah. Astri Ivo, seorang artis, justru mulai menggunakan jilbab saat kuliah di Jerman. Saya Alhamdulillah mulai mengenakannya saat kuliah di Amerika.
Alasan ketiga saya mengenakan jilbab, karena dengan berjilbab saya merasa lebih aman dari gangguan. Dengan berjilbab, orang akan menyapa saya “Assalamu’alaikum,” atau memanggil saya “Bu Haji” yang juga merupakan do’a. Jadi selain merasa aman, bonusnya adalah mendapatkan do’a. Hal ini akan berbeda bila muslimah mengenakan pakaian yang “you can see everything”
Alasan keempat, dengan berjilbab, seorang muslimah akan merasa lebih merdeka dalam artian yang sebenarnya. Perempuan yang memakai rok mini di dalam angkot misalnya akan resah menutupi bagian-bagian tertentu tubuhnya dengan tas tangan. Nah, kalau saya naik angkot dengan berbusana muslimah saya bisa duduk seenak saya. Ayo, lebih merdeka yang mana?
Alasan kelima, dengan berjilbab, seorang muslimah tidak dinilai dari ukuran fisiknya. Kita tidak akan dilihat kurus, gemuknya kita. Tidak dilihat bagaimana hidung atau betis kita.. melainkan dari kecerdasan, karya dan kebaikan hati kita
Keenam, dengan berjilbab kontrol ada di tangan perempuan, bukan lelaki. Perempuan itu yang berhak menentukan pria mana yang berhak dan tidak berhak melihatnya
Ketujuh. Dengan berjilbab pada dasarnya wanita telah melakukan seleksi terhadap calon suaminya. Orang yang tidak memiliki dasar agama yang kuat, akan enggan untuk melamar gadis berjilbab, bukan?
Terakhir, berjilbab tak pernah menghalangi muslimah untuk maju dalam kebaikan
Oya berjilbab memang bukanlah satu-satunya indikator ketakwaan, namun berjilbab merupakan realisasi amal dari keimanan seorang muslimah. Jadi lakukanlah semampunya.
Aku berdiri memberi applaus pada Mbak Nadia. Keren banget alasannya berjilbab. “alasan ini Mbak, yang bisa saya terima!”
***
Dialog dalam seminar di atas adalah cuplikan dari cerpen “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali” karya Helvi Triana Rosa yang telah dibukukan dengan judul yang sama.
Di Indonesia, di negeri kita tercinta, tantangan berjilbab relatif lebih ringan. Meskipun ada sejumlah kasus larangan jilbab oleh pihak-pihak tertentu seperti kasus Geeta International School, sejumlah perusahaan dan rumah sakit, kasus-kasus itu bisa diselesaikan setelah mencuat ke publik.
Maka dengan kebebasan yang ada, apa lagi yang menghalangimu, wahai saudariku muslimah, untuk berjilbab? Bukankah pemerintah tak pernah menghalangimu berjilbab?
Mungkin kau menjawab: nanti kalau sudah dapat hidayah.
Bukankah hidayah Allah sudah memanggilmu? tinggal engkau mau menyambut hidayah itu atau menundanya. Dan siapakah yang menjamin usiamu saat kau menunda-nunda menyambut hidayah itu?
Mungkin kau menjawab: kalau aku berjilbab, nanti susah kerja?
Bukankah Allah yang Maha Pemberi Rezeki? Dan sekarang instansi pemerintah tak melarang PNS berjilbab. Pun, sangat banyak perusahaan dan lembaga pendidikan yang memperbolehkan karyawannya berjilbab. Apalagi jika engkau menjadi enterpreneur muslimah atau berwirausaha tanpa keluar rumah, kau bebas menentukan aturannya.
Mungkin kau menjawab: yang penting hatinya "berjilbab"
Bukankah tanda hati yang "berjilbab", hati yang baik, adalah taat pada perintahNya? Salah satunya adalah jilbab. Tak perlu menunggu menjadi muslimah yang sempurna baru berjilbab, tetapi berjilbablah dan secara bertahap kita memperbaiki kualitas diri dan akhlak kita. Insya Allah ketaatan kita akan mengundang kebaikan-kebaikan berikutnya.
Semoga menjadi renungan bagi kita semua, betapa memakai jilbab adalah hal yang sangat mulia, dengan alasan yang juga sangat mulia. Jika kita belum memiliki alasan yang kuat dan mulia untuk berjilbab, kini saatnya kita memperbaharui niat. Belum terlambat
0 komentar:
Posting Komentar