Apa yang terlintas di benak Sahabat pertama kali ketika membaca judul tulisan ini??
Oohh.. Mungkin ada yang berpikir bahwa sang penulis akan berbagi tentang cerita jodohnya.
Tentunya disini aku takkan berbagi tentang cerita jodohku karena
aku sendiri belum mengalaminya. Namun, aku akan berbagi tentang cerita
jodoh(ku). “Ku” yang dimaksudkan disini adalah orang yang sudah
mengalami proses dalam menjemput jodohnya.
Setiap kita mempunyai
scenario hidup termasuk cerita jodoh yaitu bagaimana proses penjemputan
jodoh masing-masing. Mungkin ada yang awalnya tak saling kenal akhirnya
menikah. Atau ada juga yang sudah kenal sejak lama dan akhirnya menikah
walaupun tak pernah menduga sebelumnya.
Perkenankan aku untuk mengutip perkataan Pak Mario Teguh yang SUPER
SEKALI: “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar. Tapi jika Anda tidak meminta
dan mengambil dariNYA, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.”
Ya! Jodoh itu adalah bagian dari rezeki, perlu diusahakan, perlu
diikhtiarkan. Nah, proses ikhtiar dalam penjemputan jodoh inilah yang
akan aku angkat dalam tulisan ini. Cerita Jodoh(ku), yang aku dapatkan
dari sumber orang pertama dan orang kedua atau bahkan orang kesekian.
Ada berbagai cerita yang aku angkat disini yang semoga saja bisa
menginspirasi dalam mengikhtiarkan penjemputan jodoh kita.
Cerita Jodoh(ku) part 1: Berawal dari FaceBook
Ada seorang ikhwan yang profesinya sebagai seorang trainer
menemukan jodohnya via FaceBook. Bagaimana hal itu bermula? Mari aku
ceritakan kisah tentang mereka.
Bagi seorang trainer, menjaga silaturahim dengan orang-orang yang
telah ditrainingnya adalah sebuah keniscayaan. Begitupun dengan ikhwan
trainer ini. Disetiap akhir training, ia selalu memberikan nama akun
FBnya agar para peserta training bisa tetap menjaga silaturahim dengan
sang trainer via FB.
Suatu hari, seperti biasa, ketika seorang trainer menulis status
FB, pasti berbau hal-hal yang bisa memotivasi seseorang, seperti apa
yang selama ini dilakukan mereka via training. Ijinkan aku untuk
mengutip sebuah lirik yang mungkin tak asing ditelinga kita: “Berawal
dari Facebook baruku.. Kau datang dengan cara tiba-tiba..”
Ya! Berawal dari sebuah status FB sang trainer yang begitu
memotivasi para pembaca, ada salah seorang akhwat yang pernah menjadi
peserta training yang mengomentari status tersebut. Intinya, sang akhwat
tersentuh dengan kata-kata yang dituangkan sang trainer dalam
statusnya. Dari situlah, sang trainer akhirnya berkunjung ke FB sang
akhwat -karena merasa belum mengenal sang akhwat- hanya sekadar ingin
mengingat-ingat mungkin sang akhwat pernah menjadi salah satu peserta
trainingnya.
Tak dinyana, ketika memasuki halaman FB sang akhwat, ada sebuah
rasa yang muncul dalam hati dan sebuah bisikan yang begitu halus dan
berulang : “Aku yakin, dia jodohku..”. Interaksi dan komunikasi pun
terjalin via FB hingga akhirnya sang trainer memutuskan untuk meminang
sang akhwat menjadi istrinya. Gayung pun bersambut, sang akhwat menerima
pinangan itu dan mereka menikah. Simple, isn’t it?
Cerita Jodoh(ku) part 2: Love at the first sight
Love at the first sight atau jika diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi “cinta pada pandangan pertama”. Menurut
penelitian para ilmuwan, cinta jenis ini sering terjadi pada laki-laki.
Ketika seorang laki-laki melihat seorang perempuan dan dengan serta
merta ada rasa cinta tumbuh darisana. Itulah yang dinamakan cinta pada
pandangan pertama, ada suatu ketertarikan tertentu saat pertama kali
melihat seorang perempuan.
Pada suatu agenda da’wah, yang tanpa hijab (pembatas antara ikhwan
dan akhwat), seorang ikhwan -yang memang sedang mencari jodohnya- merasa
menemukan jodohnya ketika ia melihat dari kejauhan ada seorang akhwat
yang membuat jantungnya berdebar-debar dan muncullah bisikan dari
hatinya: “Aha, dialah orangnya..”
Tentu, bagi aktivis da’wah ketika ada perasaan yang muncul terhadap
lawan jenis, tak serta merta disampaikan secara langsung kepada yang
bersangkutan. Sang ikhwan berjuang untuk mengikuti kata hatinya karena
ada keyakinan yang mendalam bahwa akhwat itulah jodohnya. Karena ia pun
sudah masuk dalam kategori ‘siap nikah’, maka tak ada kata lain selain
untuk berta’aruf dengan sang akhwat. Ia mencari tahu siapa Murobbiyah
(guru ngaji) sang akhwat dan mencari tahu nomor HPnya. Allah pun
memudahkan jalannya. Sang murobbiyah akhwat ternyata adalah orang yang
sudah dikenalnya. Sang ikhwan akhirnya menghubungi sang murobbiyah dan
menyatakan diri untuk berta’aruf dengan akhwat yang dimaksud.
Sang akhwat yang tidak tahu menahu tentang sang ikhwan, akhirnya
mengiyakan untuk melanjutkan proses ta’aruf, tentunya setelah istikharah
panjangnya. Proses ta’aruf pun berlangsung, mulai pertemuan pertama,
kedua, yang didampingi oleh guru ngaji masing-masing (tak berduaan), ada
begitu banyak kecocokan, dan akhirnya pertemuan berlanjut ke pertemuan
pihak keluarga masing-masing. Kedua pihak keluarga pun merasa cocok, tak
ada masalah, hingga akhirnya sang ikhwan mengkhitbah (meminang) sang
akhwat dan tanpa berlama-lama dalam proses, mereka pun menikah.
Barakallah..
Cerita Jodoh(ku) part 3: Halalkan saja..
Jika dua cerita diatas berkisah tentang dua orang yang awalnya
belum saling kenal dalam menemukan jodohnya, maka pada cerita ketiga
ini, aku menceritakan kisah yang sedikit berbeda, dua orang yang sudah
saling kenal dan memang mereka berjodoh pada akhirnya.
Cerita ini bermula dari tiga orang aktivis da’wah yang diamanahkan
untuk pergi ke suatu kota untuk suatu tugas da’wah tertentu, untuk
menetap agak lama di kota itu. Tiga orang ini terdiri dari dua akhwat
dan satu ikhwan. Qadarullah, salah seorang akhwat tidak bisa pergi
karena ada satu keperluan yang begitu mendesak yang tidak bisa
ditinggalkan. Lantas bagaimana dengan tugas da’wah yang sudah
diamanahkan kepada mereka bertiga? Akankah tetap berjalan dengan satu
orang yang tidak ikut serta? Itu berarti hanya ada satu ikhwan dan satu
akhwat yang akan pergi. Dan mereka berdua bukanlah mahramnya. Bukankah
akan terjadi fitnah yang besar jika dua orang yang bukan mahramnya
melakukan perjalanan bersama?
Maka, mereka pun berkonsultasi kepada sang qiyadah. “Ustadz,
bagaimana kami bisa pergi berdua saja karena kami bukan mahram? Adakah
yang bisa menggantikan al-ukh yang tidak bisa pergi itu? Ataukah ustadz ada saran lain?”
Sang ustadz menjawab dengan mantap: “Yasudah, halalkan saja..”.
Akhirnya, mereka menikah dan melanjutkan perjalanan da’wah bersama.
Subhanallah, inikah yang dinamakan ‘”menikah di jalan da’wah”?? Ketika
hati tak lagi ragu, ketika da’wah menjadi alasan pernikahan mereka,
bukan alasan lain yang bersifat duniawi.
Cerita Jodoh(ku) part 4: Ternyata jodohku dia..
Seorang ikhwan yang dikategorikan siap nikah, sedang berikhtiar
menjemput jodohnya. Proposal nikah pun sudah diajukan kepada sang
Murobbi untuk dicarikan pendamping hidup.
Tak lama berselang, ta’aruf dengan seorang akhwat pun dilakukan.
Namun, proses kandas di tengah jalan. Ta’aruf-ta’aruf berikutnya pun
demikian, tak ada yang sampai pelaminan bahkan khitbah pun belum.
Berkali-kali ta’aruf, rupanya sang ikhwan belum juga menemukan
jodohnya.
Hingga akhirnya pada suatu ketika, sang ikhwan ditawari seorang
akhwat oleh sang Murobbi. Akhwat yang dimaksud tak lain tak bukan adalah
adik kelasnya yang juga satu organisasi da’wah. Proses ta’aruf yang
dijalani begitu lancar dan berlanjut hingga ke pelaminan.
“Ternyata jodohku dia..”, gumam sang ikhwan setelah pernikahan
berlangsung. Mungkin akan ada suatu lintasan pikiran dalam benak sang
ikhwan: “Andai saja dari dulu saya tahu kalo jodohku dia, dari awal aja
proses dengan dia..”. Sayangnya, kita tak pernah tahu siapa jodoh kita
sebelum kita benar-benar menemukannya dan menikah dengannya.
####
Sahabat, begitulah beberapa cerita jodoh(ku) yang bisa aku
angkat dalam tulisan ini. Ada yang pertama kali berinteraksi, langsung
mengetahui bahwa dia jodohnya. Adapula yang sudah kenal sebelumnya dan
tidak pernah menduga, ternyata berjodoh. Jodoh benar-benar misteri,
tinggal kita yang memilih bagaimana proses penjemputan jodoh yang akan
kita torehkan dalam cerita jodoh(ku). Apapun ikhtiar yang dilakukan,
semoga menuai berkah Allah. Jika di awal jalan menuju pernikahan saja
sudah tidak berkah, maka mungkinkah keberkahan berumah tangga akan
terwujud? Semoga kita bisa menjaga keberkahan proses dari awal hingga
akhir.
Sahabat, memang betul bahwa Allah pembuat scenario
terbaik, sutradara terbaik dalam kehidupan ini. Tapi ingat! Kita adalah
aktornya, performance aktor lah yang akan dilihat, bisakah sang aktor
berperan sesuai dengan yang diharapkan sang sutradara seperti yang
tertuang dalam scenario?
Allah memang sudah menetapkan jodoh kita di Lauh Mahfudz sana, jauh
sebelum kita lahir ke dunia ini. Apakah kita akan berjodoh dengan orang
yang belum dikenal sebelumnya atau bahkan orang yang sudah kita kenal
dan dekat di sekitar kita. Tinggal kita yang memilih akan menjemput
jodoh yang disertai keberkahan atau tidak.
Lantas apa yang dimaksud dengan berkah Allah dan bagaimana cara
agar apa yang dilakukan senantiasa mendapat keberkahan dari Allah?
Berkah, jika dilihat dari bahasa berupa kata ‘al-barakah’, yang
artinya berkembang, bertambah dan kebahagiaan. Asal makna keberkahan,
begitu Imam Nawawi berkata, ialah kebaikan yang banyak dan abadi.
Ada 2 syarat agar barakah Allah senantiasa menaungi kita. Pertama,
iman kepada Allah. Jadi, hanya orang mukminlah yang mendapatkan barakah
Allah, seperti yang Allah sampaikan langsung melalui surat cintaNYA:
”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan
bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf [7] : 96)
Orang yang merealisasikan keimanannya kepada Allah, dengan hanya
bergantung padaNYA, yakin padaNYA, senantiasa menyertakan Allah dalam
setiap apa yang dilakukan, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan
barakah Allah. Semoga kita termasuk ke dalamnya. Aamiin.
Syarat kedua, amal shalih. Amal shalih adalah menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan-NYA, sesuai dengan syariat yang diajarkan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Jadi, untuk meraih keberkahan dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita
harus YAKIN ke Allah bahwa jodoh kita takkan pernah tertukar. Kita pun
harus menyertakan Allah dalam setiap mengambil keputusan terkait jodoh
ini, selalu istikharah memohon petunjukNYA. Dan yang tak kalah penting,
perbanyak amal shalih, semakin dekat ke Allah dan menjauhi apa-apa yang
dilarangNYA. Tidak bermaksiat ketika proses menjemput jodoh itu
berlangsung. Tidak ada jalan berdua yang akan mendekati zina, tidak ada
sms mesra dengan kata-kata penuh cinta, tidak ada chatting untuk hal-hal
yang tak penting, sebelum akad ditunaikan.
Setiap orang yang sedang dimabuk cinta -tulis Dr. Khalid Jamal dalam buku Ajari Aku Cinta
di halaman ke 25- pasti ia tidak menghendaki kekasihnya merupakan salah
satu komponen kemaksiatan yang ia lakukan. Demikian pula ia tidak mau
menjadi salah satu komponen kemaksiatan yang dilakukan kekasihnya.
Camkanlah arti kata cinta yang amat mulia tersebut.
Bukankah kita sudah yakin dengan janji-NYA yang tertuang seperti ini dalam ayat cintaNYA?
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang
keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji
(pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka
(yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang
menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-nuur [24] : 26)
Maka, hal yang paling tepat untuk dilakukan dalam penantian
bertemu dengan jodoh hanyalah memperbaiki diri. Yakinlah, ketika diri
ini sedang berusaha memperbaiki diri, maka ia-pun yang entah berada di
belahan bumi yang mana, yang telah tertulis dalam kitabNYA, juga sedang
berusaha memperbaiki diri. Dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya
dalam kondisi keimanan terbaik yang mampu untuk diusahakan.
Sahabat, jika diibaratkan hari ini kita berada pada
waktu pagi setelah sarapan, maka bertemunya kita dengan sang jodoh
adalah waktu makan siang kita. Jika sudah tiba waktu makan siang, maka
kita pun akan segera sampai pada waktu makan siang kita. Tinggal
bagaimana kita memanfaatkan waktu dari pagi hingga siang itu untuk
mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat bukan sekadar menunggu jam
makan siang yang akan membuat kita menjadi bosan.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam ikhtiar menjemput
jodoh. Selain berikhtiar mencari atau meminta dicarikan pendamping
hidup, satu hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri menuju
gerbang pernikahan. Bukan, bukan persiapan hari H resepsi pernikahan
yang cuma satu hari yang aku maksudkan disini. Tapi, hari-hari setelah
hari H: sudah siapkah kita menjadi seorang suami/istri, sudah siapkah
kita menjadi ayah/ibu, sudah siapkah kita menjadi seorang menantu, sudah
siapkah kita menjadi adik/kakak ipar, sudah siapkah kita menjadi bagian
dari keluarga besar suami/istri kita, dan sudah siapkah kita menjadi
seorang tetangga? Dan pertanyaan utama yang patut dipertanyakan adalah
akan dibawa kemana bahtera rumah tangga kita nantinya??
Maka, Sahabat, mari kita tunggu waktu makan
siang kita dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan
saja menyiapkan diri menuju gerbang pernikahan, tapi juga menyibukkan
diri dengan amanah yang saat ini kita emban. Jangan sampai kita focus
menyiapkan diri menuju pernikahan tapi malah menelantarkan apa-apa yang
saat ini Allah amanahkan kepada kita. Umat butuh kontribusi konkret dari
kita -para pemuda-, maka bekerjalah. Bekerja untuk Indonesia. Bekerja
untuk Allah.
Terakhir, ijinkan aku mengutip sebuah kalimat dari Majalah Ummi edisi 02/XVII/Juni 2005:
“… menikah justru akan membuka pintu rizki, bila dilakukan dengan
persiapan yang matang, pemikiran yang tepat dan niat yang ikhlas.
Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan kemudahan kepada kita semua…”
By: LhinBlue
sumber:sahabatdarihati.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar